Friday, June 11, 2010

Sultan enggan intervensi

2010061184103_gas.jpgJOGJA: Keinginan Pertamina agar pemerintah daerah ikut mengawasi distrubusi dan harga gas 3 kg sebagai antisipasi kelangkaan bertepuk sebelah tangan. Pasalnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hameng ku Buwono X mengaku enggan melaksanakan keinginan Pertamina tersebut.

”Campur tangan tidak bisa. Dalam arti, produk yang dihasilkan itu kan produk Pertamina. Kecuali kita diajak bicara bagaimana sistem distribusi sejak awal. Jangan ketika ada masalah baru bicara, kan gitu,“ tegas Sultan kepada wartawan di Kompleks Kepatihan, Kamis (10/6).

Sebelumnya, Pertamina lewat Asisten Manajer Eksternal Pertamina Unit Pemasaran IV Jateng-DIY Heppy Wulansari meminta agar pemda ikut mengawasi harga elpiji di tingkat eceran menyusul kenaikan harga elpiji. (Harian Jogja 10/6).

“Saya tidak bisa berkomentar banyak. Harapan saya, sekarang ini pemerintah dapat mengarahkan bagaimana caranya masyarakat menggunakan tabung gas. Saya harap pemerintah dapat memenuhi,” jelas Sultan. Sultan juga mengaku tidak mengetahui akar permasalahan persoalan ini.

“Mereka [Pertamina] seharusnya yang tahu persis apakah kapasitas produk elpiji itu sudah sesuai dengan permintaan, apakah termakan isu tabung yang dipalsukan atau terhambat proses distribusi. Saya tidak tahu persis,“ terangnya.

Apapun penyebabnya, Sultan berharap pemerintah segera menemukan jalan keluar. Jangan sampai karena kesulitan mendapatkan tabung gas elpiji, masyarakat kembali menebang pohon dan memakai kayu sebagai alternatif memasak.

Pantau Di Sleman, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) mulai memantau peredaran gas. Sebab, dikhawatirkan dampak dari rayonisasi, akan ada agen yang menjual ke luar Sleman.

Kepala Disperindagkop Sleman Pranowo mengatakan sejak terjadi kebijakan pembatasan, pihaknya bekerjasama dengan Dinas ESDM menantau sejumlah agen elpiji di Sleman. “Kami mulai memonitoring ke lapangan, untuk mengawasi peredaran gas elpiji 3kg tersebut,” kata Pranowo.

Pihaknya memantau di 13 agen resmi Pertamina yang ada di Sleman. Berdasarkan pantauan, harga eceran di pangkalan mencapai Rp13.500–Rp14.000. Sejak adanya rayonisasi Sleman memperoleh jatah 15.000 tabung per hari untuk 13 agen.

“Nanti pembagiannya tidak pukul rata, besar kecilnya jatah tabung gas di agen itu berdasar omzet dari masing-masing agen,” jelas dia. Pembatasan Di Bantul, setelah rayonisasi, kuota gas bagi pengecer akan dibatasi.

Adapun, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi (Disperindakop) Bantul akan memperketat pengawasan distribusi gas elpiji, guna mengantisipasi penimbunan. Kasie Pengembangan Perdagangan Dalam dan Luar Negeri, Pemkab Bantul, Arkansyah mengatakan pangkalan dan pengecer harus mengantongi izin dari Hiswana maupun Pertamina setelah rayonisasi diberlakukan.

Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi penjualan bebas dan penimbunan. Menurutnya, belum ditetapkannya kuota membuat pangkalan dan pengecer leluasa menjual gas elpiji 3 Kg. Harga gas elpiji berkisar Rp14.000 hingga Rp15.000 di tingkat pengecer.

Sementara, sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), yang diberlakukan 25 Maret, harga gas elpiji sebesar Rp12.000 di tingkat agen dan Rp12.750 di tingkat pangkalan.

“Kami belum punya data resmi pangkalan yang ada di Bantul. Mereka masih menjual bebas karena belum diberlakukan rayonisasi,” imbuh dia. Sementara, kelangkaan elpiji di sejumlah wilayah mem buat pangkalan di Bantul ku walahan. Pasalnya, sejumlah warga Gunungkidul membeli gas dari sejumlah pengecer di Kecamatan Dlingo.

Pertamina belum menentukan kuota gas elpiji untuk Bantul karena proses pendataan. Pertamina beberapa waktu lalu memberlakukan konversi minyak tanah ke gas 3 Kg. Bantul mendapat jatah kuota sebanyak 150.000 tabung. Sedangkan jumlah agen sebanyak tujuh dan dua pengisian SPBE (Manding dan di Jalan Wonosari, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan).

Peminjaman Terpisah, Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) mengatakan penertiban pangkalan gas elpiji ‘nakal’ merupakan kewenangan dari pemda. “Jadi yang bisa melakukan razia hanya pemda, terkait hal-hal yang bersifat teknis seperti misalnya perizinan,” kata Wakil Ketua Hiswana Migas DIY, Siswanto.

Siswanto menambahkan, keberadaan Hiswana Migas dalam team monitoring hanya menjaga komitmen antara pangkalan dengan agen. “Sementara keberadaan kami dalam satgas hanya untuk menjaga komitmen,” ujarnya.

Menurut Siswanto saat ini ada 2.500 pangkalan telah mengantungi izin yang merupakan bekas pangkalan minyak tanah. “Itu adalah bekas pangkalan minyak tanah bersubsidi, dalam keputusan presiden izin antara pangkalan gas dan minyak tanah sama. Jadi mereka sudah punya izin,” tuturnya.

Siswanto menambahkan pihaknya siap meminjamkan tabung kepada pangkalan yang tidak memiliki tabung minimal 50. hal ini terkait adanya ketentuan pangkalan boleh membeli dari agen minimal 50 tabung.

“Kami siap meminjamkan tabung, namun seiring waktu tabung tersebut harus dibeli, untuk meringankannya dapat diangsur,” ungkapnya. (OTO/DAS/EDI/SIM/TIA)
sumber: harianjogja.com

No comments:

Post a Comment